Quantcast
Channel: Uzone | Informasi Teknologi Terkini
Viewing all articles
Browse latest Browse all 24433

Grup “CHAT” Yang Membuat Candu

$
0
0
media-mbigroup-co_-idfileslarge88af61348824f056835a92d330471fb8-772b557e1a3dde3ff43fd8b46e5776574f3fc9d0

Hampir setiap orang yang menggunakan ponsel cerdas tergabung dalam satu atau lebih grup aplikasi chat. Mulai dari grup kerja, sekolah anak, kelompok reuni, hingga yang sifatnya hanya untuk pergaulan. Misalnya, grup “ngopi-ngopi cantik”, “mak-mak kece”, atau mungkin “gosip kantor update”, he he he.

Apakah ini masalah? Jawabannya, tentu saja tidak. Toh, tidak ada larangan dan tidak ada batasan untuk bergabung dalam berapa banyak pun grup chat, seperti WhatsApp, Blackberry Messenger, atau Line, selama ponsel Anda tidak bermasalah. Seperti diutarakan psikolog klinis dewasa dari Pusat Informasi dan Konsultasi Tiga Generasi, Anna Margaretha Dauhan, kebutuhannya pada tiap orang berbeda-beda.

Akan tetapi, ada kalanya grup yang silih berganti menyapa dengan urusannya masing-masing, bahkan pada waktu-waktu yang tidak terduga, memenuhi notifikasi ponsel dan menyita perhatian. Kalau cuma menanggapi ala kadarnya, bagus. Namun, bagaimana kalau Anda malah terdorong untuk selalu meladeni?

“Penting mempertimbangkan apakah keanggotaan di banyak grup itu menyebabkan keseharian kita terganggu atau tidak?” tanya Anna. “Jika mulai terasa mengganggu, atau sebaliknya, merasa kecanduan, sebaiknya dikurangi,” imbuhnya.

Adapun tanda-tanda kecanduan grup chat sejatinya hampir sama dengan kecanduan media sosial pada umumnya. Antara lain diungkap Anna, tidak bisa lepas dari ponsel, tidur dengan memegang ponsel, cemas kalau ponsel jauh dari jangkauan, gelisah kalau tidak selalu secara konstan mengecek pembaruan status media sosial (termasuk chat), mulai terganggu fungsi sehari-harinya karena sibuk mengecek ponsel, dan sering mengalami false alarm atau merasa ponsel berbunyi—padahal tidak.

Kecanduan media sosial, termasuk di dalamnya grup chat, bisa terjadi pada siapa saja dan dengan latar belakang apa pun. Bisa jadi karena hal ini (bergabung di grup chat) memberikan kesenangan. Ada orang-orang yang aktif di grup atau media sosial semata-mata awalnya karena bosan, lalu akhirnya sulit berhenti. Namun ada juga yang karena sehari-hari sulit bersosialisasi, memanfaatkan grup sebagai tempat bergaul.

“Tidak menutup kemungkinan, ada pula yang aktif di media sosial, termasuk grup chat, karena ingin menghindari masalah. Misal, pusing memikirkan bagaimana dengan sama pacar. Dengan mengalihkan perhatian ke media sosial, akhirnya tidak memikirkan masalah yang dihadapi,” Anna memberi contoh.

“Intinya, kalau sebuah kegiatan dirasa memberikan kesenangan dan reward, perilaku itu akan cenderung diulangi lagi atau menjadi candu,” lanjutnya.

Untuk mengatasi kemungkinan kecanduan grup chat atau media sosial lainnya, Anna memberikan beberapa tip.

– Pastikan untuk memiliki waktu-waktu “mematikan ponsel”. Sudah adabnya, jika kita sedang bertemu dengan orang lain, dalam pertemuan bisnis atau pun pertemuan informal, kita tidak sering-sering mengecek ponsel. Pastikan juga untuk tidak mengecek ponsel ketika orang lain berbicara dengan kita. Selain tidak sopan, juga membuat kita kurang berkonsentrasi terhadap isi pembicaraan.

– Disiplinkan diri untuk tidak selalu membawa ponsel ke mana-mana. Misalnya, pada waktu mengemudi, ke kamar mandi, bertemu dengan orang lain, mau tidur atau baru bangun tidur. Disiplinkan diri untuk tidak 24 jam berdekatan dengan ponsel. Berilah periode waktu tertentu untuk mengecek ponsel. Dua jam sekali cukup untuk orang sibuk sekalipun.

– Nonaktifkan nada grup notifikasi. Ini akan mengurangi dorongan untuk segera mengecek apa yang terjadi di grup atau media sosial.

– Kurangi keanggotaan di grup yang tidak terlalu penting dan tidak terlalu berdampak pada kehidupan personal maupun profesional Anda.

(wida/gur)


Viewing all articles
Browse latest Browse all 24433

Trending Articles