Quantcast
Channel: Uzone | Informasi Teknologi Terkini
Viewing all articles
Browse latest Browse all 24439

Asal Usul ‘Turn Back Crime’ di Indonesia  

$
0
0
| May 24, 2016 17:00 pm

Istilah Turn Back Crime menjadi booming setelah terjadinya peristiwa pengeboman di dekat pusat perbelanjaan Sarinah

Istilah Turn Back Crime menjadi booming setelah terjadinya peristiwa pengeboman di dekat pusat perbelanjaan Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat pada awal Januari 2016.

Dalam peristiwa itu, tim kepolisian Daerah Metro Jaya terjun ke lokasi mengenakan kaus polo berwarna biru donker bertuliskan turn back crime di dada kanan. Ditambah pantalon kargo berwarna khaki, dan low top sneakers berwarna senada, penampilan mereka tampak gagah. Dengan pistol teracung, mereka berlari, dan memburu penembak dan pelempar bom yang menewaskan empat orang dan puluhan orang luka-luka itu.

Beberapa netizen di instagram juga sempat mengunggah penampilan Direktur Reserse Kriminal Umum Krishna Murti serta anggotanya Teuku Arsya Khadafi, yang penampilannya begitu fashinable layaknya polisi-polisi dalam tayangan film di luar negeri.

Ternyata seragam tersebut merupakan bagian dari Turn Back Crime (TBC). Ini adalah program International Criminal Police Organization—juga dikenal dengan Interpol— untuk menggugah kesadaran masyarakat melawan kejahatan terorganisasi di sekeliling kita.

Di Indonesia, TBC diluncurkan pada akhir November lalu. Karena tujuannya merangkul warga kota, busananya pun “melebur” dengan lingkungan sekitar. “Menjaga penampilan ketika disorot publik itu penting untuk membangun citra polisi yang lebih baik,” kata Ajun Komisaris Besar Eko Hadi Santoso, Kepala Sub-Direktorat Reserse Mobil Polda Metro Jaya, kepada Tempo, pada 26 Januari 2016 lalu.

Eko mengatakan Direktur Reserse Kriminal Umum Komisaris Besar Krishna Murti hanya butuh dua hari untuk menentukan seragam anyar itu. Dia mempertahankan biru dongker yang identik dengan Interpol. Di bagian dada kanan, terpampang “Turn Back Crime”, di lengan kanan ada Merah Putih, dan di bagian punggung terdapat tulisan “Polisi”. Potongan lengannya pendek, sehingga memamerkan bisep dan trisep pemakainya. BACA: Penjahat Bermodal Kaus TBC Rampas Motor

Adapun celana warna khaki dia anggap paling pas sebagai padanan kaus seragam tersebut. Sedangkan untuk urusan sepatu, bebas, selama memudahkan polisi bergerak. Namun kebanyakan mereka memilih sneakers dan booth.

Menurut Eko, paduan busana itu bukan seragam resmi. Penggunaannya sebatas olah tempat kejadian perkara, rekonstruksi, gelar perkara, dan temu media. “Tapi kalau pas pengejaran atau di lapangan, ya, enggaklah, pasti ketahuan sama penjahatnya,” tuturnya.

Menurut Krishna Murti, gaya busana itu bertujuan mendekatkan polisi dengan masyarakat. Krishna, yang mengikuti pendidikan kepolisian di New York empat tahun lalu, mengatakan kinerja kepolisian Jakarta tidak kalah dibanding polisi di kota-kota besar dunia, seperti New York, Tokyo, London, dan Beijing.

Pada 26 April 2016, Krishna Murti menghadiri Forum International Police (Interpol) di Lyon, Prancis. Dalam beberapa unggahan foto di akun instagramnya @krishnamurti_91 ia mengatakan kampanye Turn Back Crime di Indonesia mendapat apresiasi dari Interpol. Namun, atas permintaan Interpol, warga sipil dilarang menggunakan kaos dengan tulisan Interpol. “Kaus TBC (Turn Back Crime) boleh, di belakang ada tulusan police boleh,” ujar Krishna Murti.

DESTRIANITA KUSUMASTUTI | KORAN TEMPO

 

 

Berita Terkait:

 


Viewing all articles
Browse latest Browse all 24439

Trending Articles